ILMU
PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN
KEMISKINAN
- ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN KEMISKINAN
“ilmu
pengetahuan” lazim digunakan dalam pengertian sehari-hari, terdiri dari dua
kata, “ilmu” dan “pengetahuan”, yang masing-masing mempunyai identitas sendiri-sendiri.
Oleh J.P. Farrier, dalam institutes of metaphisics (1854), pemikiran tentang
teori pengetahuan itu disebut “epistemologi” (episteme = pengetahuan, logos =
pembicaraan/ilmu). Ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemiskinan merupakan
bagian-bagian yang tidak dibebaskan dan dipisahkan dari suatu sistem yang berinteraksi,
interelasi, interdependensi, dan ramifikasi (percabangannya). Oleh sebab itu
tulisan ini hanyalah bersifat penjajagan
pronlema, kalau mungkin sampai mencari interelasi, interaksi,
interdependensi, dan ramifikasi unsure sistem dan subsistem.
1. ILMU
PENGETAHUAN
Di kalangan ilmuan
ada keseragaman pendapat, bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan
secara teratur, yang diperoleh dengan pangkal tumpuan (objek) tertentu dengan
sistematis, metodis, rasional/logis, empiris, umum, dan akumulatif. Menurut decartes ilmu pengetahuan merupakan
serba budi; oleh bacon dan david home diartikan sebagai pengalaman
indera dan batin; menurut imanuel kant pengetahuan
merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan teori phyroo mengatakan, bahwa tidak ada kepastian dalam
pengetahuan. Sikap bersifat ilmiah itu meliputi empat hal :
a.
Tidak
ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang
objektif.
b.
Selektif
c.
Kepecayaan
yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap alat indera
dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
d.
Merasa
pasti bahwa setiap pendapat, teori, maupun aksioma terdahulu telah mencapai
kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan kembali.
2. TEKNOLOGI
Dalam konsep yang
pragmatis dengan kemungkinan berlaku secara akademis dapatlah dikatakan, bahwa
ilmu pengetahuan (body of knowledge), dan teknologi sebagai suatu seni (state
of art) yang mengandung pengertian berhubugan dengan proses produksi;
menyangkut cara bagaimana berbagai sumber, tanah, modal, tenaga kerja dan
keterampilan dikombinasikan untuk merealisasi tujuan produksi. Teknologi
memperlihatkan fenomenanya dalam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki
otonomi mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis.
Fenomena teknik pada masyrakat kini,
menurut satrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Rasionalitas.
b.
Artifisialitas.
c.
Otomatisme.
d.
Teknis
berkembang pada suatu kebudayaan.
e.
Monisme.
f.
Universalisme.
g.
Otonomi.
Masyarakat, menurut transisence,
dibagi ke dakam dua kelompok : (1) high transience dan (2) low transience.
Eksplorasinya mengenai kehidupan masyarakat high transience mengasilkan
ringkasan sebagai berikut :
a.
Benda,
b.
Tempat,
c.
Manusia,
d.
Organisasi,
dan
e.
Ide.
3. ILMU
PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu
pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang di susun yaitu:
ontologism, epistemologis dan aksiologis. Epistemologis seperti diuraikan di
muka, hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan
disusun menjadi tubuh pengetahuan.
Komponen
ontologism kegiatannya adalah menafsirkan hikayat realitas yang ada, sebagaimana adanya (das sein).
Komponen
epistemologis berjaitan dengan nilai atau moral pada saat proses
logis-hipotesis-verifikasi.
Komponen
aksiologis artinyalebih kengket dengan nilai atau moral, di mana ilmu harus
digunakan dan dimanfaatkan demi kemaslahatan manusia.
4. KEMISKINAN
Kemiskinan
merupakan tema sentral dari perjuangan
bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa,
dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Kemiskinan menurut orang di lapangan
(umum) dapat dikategorikan kedalam tiga unsur: (1) kemiskinan yang disebabkan
handicap badaniah ataupun mental seseorang, (2) kemiskinan yang disebabkan oleh
bencana alam, dan (3) kemiskinan buatann, yang relavan dalam hal ini adalah
kemiskinan buatan, buatan manusia terhdap manusia pula yang disebut dengan
kemiskinan structural.
Kalau kita menganut teori fungsionalis
dari stratifikasi (tokoh davis), maka kemiskinan pun memiliki sejumlah funsi
yaitu :
1)
Fungsi
ekonomi,
2)
Fungsi
sosial,
3)
Fungsi
cultural, dan
4)
Fungsi
politik.
Walaupun kemiskinan mempunyai
fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut, tetapi, karena kemiskinan
berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.
